What's Up with VD?
Memasuki
bulan Februari, biasanya atmosfer sekitar kita mendadak berubah suasana
menjadi serba pink. What's up? Yes, VD (Valentine days) is coming!
Perayaan momen ni seolah menjadi suatu kewajiban yang harus
dilaksanakan. Lihat saja beberapa tempat hiburan, mulai dari restoran,
café, sampai pusat perbelanjaan, marak menyuguhkan berbagai atraksi
dengan segala pernak-pernik “kasih sayang” valentine. Berbagai media
massa (TV, radio, majalah remaja) terutama di kota-kota besar, getol
pula mengadakan acara yang berkaitan dengan valentine. Mulai dari
sekedar berbagi kartu ucapan, bunga “kasih sayang”, pemilihan model
couple valentine, sampai pada pelaksanaan pesta candle light dinner,
yang dikemas sangat romantis. Seolah perayaan tersebut dinilai sah-sah
saja, untuk sebuah momen yang diistimewakan.
Sobat
muslim, karakter remaja yang doyan having fun saat VD ini malah
dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis untuk menjerat remaja muslim dalam
gaya hidup hedonis demi meraih keuntungan yang bombastis (kasian banget
ya klo sampe' kita jadi lahan para kapitalis). Trend perayaan valentine
day bukan sekedar perayaan yang dilakukan oleh remaja barat, akan tetapi
perayaan tersebut telah menjadi suatu tradisi bagi remaja saat ini,
termasuk remaja muslim didalamnya. Ironisnya, remaja muslim mengikuti
budaya tersebut dengan penuh suka cita, tanpa berfikir apa makna dibalik
perayaan valentine, bagaimana sejarahnya, apa pandangan Islam terhadap
perayaan tersebut, serta bagaimana kita harus menyikapinya sebagai
seorang muslim.
Lanjutin terus bacanya, and then sobat muslim akan menemukan jawabannya, OK!
Legenda seputar VD
Hari
valentine 14 Februari, adalah hari dimana para kekasih atau mereka yang
sedang jatuh cinta layak menyatakan cintanya. Hari valentine selalu
dioasosiasikan dengan percintaan romantis, sejak akhir abad pertengahan.
Menurut kalender Athena kuno, Februari adalah bulan Gamelion, yang
dipersembahkan untuk pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera.
Banyak
sekali versi sejarah valentine. Diantaranya, ada yang mengaitkan
Februari dan cinta dengan kesuburan. Dalam sejarah di Roma kuno, tanggal
15 Februari dirayakan sebagai hari Lupercalia, Dewa Kesuburan, yang
dilambangkan setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing. Dalam
ritual penyucian tersebut, para pendeta Lupercus mempersembahkan kambing
pada Sang Dewa, kemudian setelah meminum anggur, mereka akan
berlari-lari di jalanan Roma sambil membawa potongan kulit domba, dan
menyentuh siapapun yang mereka jumpai, terutama para wanita muda.
Sementara para wanita berbondong-bondong dan maju secara suka rela
dengan anggapan akan dikaruniai kesuburan dan mudah melahirkan.
Ada
pula yang menghubungkan hari valentine, pada seorang yang bernama
Valentinus. Menurut Ensiklopedi Katolik tahun 1908, nama Valentinus
merujuk pada 3 orang yang berbeda, (1) seorang pastur di Roma, (2)
seorang uskup di Interamna (modern Terni), (3) seorang martir di
provensi Romawi Africa.
Hubungan
ketiga martir/santo (orang suci) ini dengan hari raya romantis, tidak
jelas. Bahkan Paus Gelasius I (tahun 496), menyatakan bahwa tidak ada
yang mengetahui secara pasti ketiga martir tersebut. Paus Gelasius I
sengaja menetapkan 14 Februari, sebagai hari peringatan Santo
Valentinus, hanya untuk mengungguli hari raya Lupercalia.
Dilihat
dari asal muasal sejarahnya saja, perayaan valentine tidak ada
hubungannya sama sekali dengan Islam. Beragamnya latar belakang sejarah
valentine, sesungguhnya tidak cukup dijadikan alasan, untuk mengaitkan
14 Februari dengan kasih sayang. Anehnya, justru perayaan ini semakin
tumbuh subur di seluruh dunia, tidak terkecuali negeri-negeri kaum
muslimin! Padahal, tanpa disadari perayaan ini telah dihapus dari
kalender gereja sejak 1969, sebagai upaya untuk menghilangkan keyakinan
terhadap santa-santa yang asal muasalnya tidak jelas.
Hati-hati tertipu…
Abad
ini, kita menyaksikan kaum muslimin mengalami kemerosotan di berbagai
bidang, sedangkan dunia Barat mengalami kemajuan. Kemerosotan paling
parah yang dialami kaum muslimin, terletak pada dangkalnya pemahaman
Islam yang mereka miliki. Akibatnya, mereka seringkali salah dalam
menentukan boleh-tidaknya perbuatan yang akan mereka lakukan.
Misalnya,
pacaran dianggap sebagai hal yang wajar dan boleh, hanya karena hampir
semua remaja muslim (dan nonmuslim) melakukannya. Mengenakan pakaian
tank-top bagi kaum hawa di tempat umum dan dihadapan nonmahram, adalah
sah-sah saja, dengan alasan keren, sedang trend di Paris, dan berderet
alasan lainnya, yang intinya mendukung dan membolehkan perbuatan
tersebut. Sama halnya, dengan perayaan valentine ini. Remaja muslim
menganggap, perbuatan mereka bukan suatu kesalahan atau “dosa”, hanya
karena remaja muslim di berbagai penjuru dunia merayakannya.
Dari
berbagai contoh tersebut, kita bisa melihat bahwa standar/dasar penentu
perbuatan mereka bukan dari Islam (hukum syara'), melainkan berdasarkan
keumuman masyarakat melakukannya. Dengan kata lain, remaja muslim saat
ini cenderung mengekor kebudayaan yang bukan berasal dari Islam.
Padahal, Rasul telah menegaskan larangan meniru, dalam sabdanya;
“Tidak termasuk golonganku, orang-orang yang menyerupai selain golonganku” (HR. Tirmidzi).
Dalam sabda yang lain, beliau kembali menegaskan;
“Siapa saja yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongannya” (HR. Abu Daud dan Imam Ahmad, dari Ibnu Umar)
Dilihat
dari fakta sejarahnya, tidak diragukan lagi bahwa budaya perayaan
valentine, lahir dari budaya/ajaran umat Kristiani. Sebab, tidak ada
satu versi sejarah manapun yang membantah budaya valentine berasal dari
Kristen. So, Untuk apa lagi kita ikut-ikutan ngerayain, bisa-bisa kita
bakal termasuk golongan orang-orang kafir yang menjadikan VD sebagai
salah satu hari besar agamanya.
Sungguh
mengherankan, jika umat Islam masih ngotot ngerayain VD, dengan alasan
turut merayakan hari kasih sayang, atawa memanfaatkan moment untuk
tunjukkan kasih sayang. Padahal, Kristen sendiri yang melahirkan budaya
tersebut telah menghapuskan perayaan ini dari kalender gereja, dengan
alasan sejarah yang tidak jelas. Sungguh ironis sekali, jika umat Islam
yang notebene hanya “pengikut”, justru menjadi vigor yang paling
bersemangat merayakan valentine. Benar-benar kaum muslimin telah tertipu
oleh ulah kaum Thaghut (penyembah selain Allah).
Sobat
muslim, VD sebagai symbol ekspresi cinta telah menyeret para aktivisnya
keliru memahami cinta. Mereka dengan gaya hidup permissif selalu
memandang baik apa yang diinginkan hawa nafsunya dan menjadikannya
sebagai jalan hidup. Ini sama halnya dengan menyekutukan Allah SWT
dengan menuhankan hawa nafsu.
Sempurnakan cinta dan amal kita
Sudah
saatnya bagi kita yang masih menyakini bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah, untuk menjadikan Allah dan rasul-Nya saja sebagai trend setter
pola hidup kita. Allah berfirman,
“Apa yang diperintahkan kepadamu maka terimalah/ laksanakanlah, dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr:7)
Lagipula,
semua amal perbuatan yang kita lakukan di dunia pasti akan dimintai
pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak, di yaumil akhir. Tentunya,
kita tidak ingin dong, saat kita mempertanggungjawabkan amal-amal kita
dihadapan Allah, tidak ada yang diterima satu pun, hanya karena amal
tersebut bukan berasal dari Allah dan Rasul-Nya.
“Siapa saja yang melakukan suatu perbuatan, yang tidak ada perintah Kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak.” (HR. Muslim)
Jadi,
mari kita hentikan budaya mengekor ummat lain. Sebaliknya, mari kita
ciptakan budaya mengikuti semua perintah Allah dan Rasul-Nya. Lagian,
sobat muslim, buat tunjukin kasih sayang gak harus saat VD lho! Kapan
aja bisa, yang penting ekspresinya sesuai ajara Islam alias gak
bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Makanya biar mantep ekspresi
cintanya dengan benar, kuatkan diri kita dengan ikut pembinaan dan
pengkajian Islam dengan intensif, jangan setengah-setengah, OK! Klo umat
Islam pinter dengan ilmu Islam, gak bakalan dech gampang ditipu oleh
orang-orang Barat.
~ Edisi 2/Februari 2008 ~
~ Edisi 2/Februari 2008 ~
0 comments: