TOP NEWS

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. " (QS. An Nahl : 125)

October 24, 2012

Indahnya Cinta Rasulullah

Cinta akan membawa sesuatu menjadi lebih baik, membawa kita untuk berbuat lebih sempurna. Mengajarkan kepada kita betapa besar kekuatan yang dihasilkannya. Cinta mengajarkan kepada kita, bagaimana caranya harus berlaku jujur dan berkorban, berjuang dan menerima, memberi dan mempertahankan. Sangkuriang yang mengukir tanah menjadi sebuah telaga dengan perhu yang megah dalam semalam demi Dayang Sumbi terkasih yang ternyata ibunya sendiri. Tajmahal yang indah di India, disetiap jengkal marmer bangunannya terpahat nama kekasih buah hati sang raja, juga terbangun karena cinta. Bisa jadi, semua kisah besar dunia berawal dari cinta.

Cinta adalah tangan-tangan yang merajut hamparan permadani kasih sayang. Cinta adalah hati yang selalu berharap dan mewujudkan dunia dan kehidupan yang lebih baik. Dan Islam tidak saja mengagungkan cintatapi memberikan contoh konkrit dalam kehidupan. Lewat kehidupan manusia mulia, Rasulullah SAW.

Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berarti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku.”

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu-persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Utsman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepala dalam-dalam.

Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. “Rsulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala itu. Sigap menagkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, jika mungkin.

Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang didalamnya sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “siapakah itu wahai anakku?”

“Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak dikenang.

“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledaknya tangis.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut datang menyertai. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu.,” kata Jibril. Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
“Jangan kawatir wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku, 'Kuharamkan surga ini bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya'”, kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka.
“Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah kepada malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direngut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.”
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang yang lemah diantaramu.”

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutup tangan diwajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

“Ummatii, ummatii, ummatii” dan pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah kita mencinta seperti beliau mencintai kita, berkorban demi beliau yang senantiasa mendoakan ummatnya. Meneruskan perjuangan beliau saat orang-orang kafir menghinanya, membuat karikatur Beliau, seperti yang saat ini terjadi di Eropa atau Amerika.
~Edisi 3 / Maret 2008 ~

0 comments:

Powered by Blogger.